Kadang ada keinginan untuk berbalas pantun, jawab menjawab, bantah berbantahan terhadap komentar orang lain. Tapi itu tidak ada gunanya. Biarkan mereka menyampaikan unek-uneknya, membukakan sendiri siapa diri sebenarnya.
Orang akan memberikan tanggapan sesuai kepentingan, selera dan hawanya sekalipun mereka juga berilmu pengetahuan.
Sudah menjadi hal biasa, ketika suatu hal bertentangan dengan kepentingan seseorang bisa saja dia berubah drastis. Fungsi akal dan daya kritisnya pun langsung hilang. Dan di sana kita bisa melihat siapa dia sebenarnya.
Tidak bisa dibayangkan betapa marahnya orang Minangkabau kepada Buya Hamka ketika beliau menulis buku Merantau ke Deli, Menunggu Beduk Berbunyi, Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, Tuan Direktur, dll. Di mana semuanya berupa kritikan terhadap adat Minangkabau.
Orang yang marah sudah pergi dengan kemarahannya tanpa dikenang orang. Buya Hamka abadi sampai sekarang dengan karyanya.
Biarkan orang memahami apa yang kita tulis semaunya dia. Jangankan tulisan manusia, ayat-ayat Allah dan hadits Rasul pun banyak yang disalah pahami.
Jadi semangat untuk membuat tulisan yang lebih menggelitik lagi padahal sebelumnya tidak ada niat untuk menggelitik.
Jangan kira amar makruf nahi mungkar hanya berlaku untuk orang lain yang awam, sementara kita para ustadz ini orang suci tak perlu dinasehati.
1 Response to Berjawab Kata