Betapa Kuatnya Iman Nabi Ibrahim

Semenjak duduk di bangku aliyah dulu saya sudah terbiasa menjadi tukang sembelih sapi dan kambing di hari Raya ‘Idul Adha. Orang-orang kampung mempercayakan kepada saya untuk melakukan itu.

Untuk pertama kali saya merasa takut sekali. Jantung terasa mau cobot. Tapi perasaan itu hanya pada kali pertama. Pada sembelihan selanjutnya rasa takutnya sudah hilang, bahkan merasa senang melaksanakannya.

Sampai saya dikaruniai Allah seorang anak laki-laki……

Ketika dia masih kecil, tidak terasa apa-apa. Saya masih mampu menyembelih hewan korban. Baru dua tahun belakangan, setelah anak laki-laki saya tumbuh semakin besar, saya tidak sanggup lagi melakukan itu. Setiap memegang pisau untuk menyembelih, bayangan Nabi Ibrahim dan anak beliau Nabi Ismail berkelebat dalam angan-angan saya. Tiba-tiba persendian terasa lemas dan bergetar. Perasaan haru tidak terbendung, tanpa diinginkan menjalar ke seluruh pori-pori tubuh.

Saat itulah saya menyadari, betapa beratnya perjuangan yang pernah dirasakan Nabi Ibrahim. Perjuangan maha luar biasa untuk menundukkan bisikan cinta dan kasih sayang kepada anak semata wayang. Anak yang sudah hampir satu abad dirindukan kelahirannya. Rasa sayang yang sebenarnya sangat manusiawi. Akan tetapi demi menjalankan perintah Allah yang Maha Kuasa, Tuhan Pencipta dirinya sendiri dan anak yang dicintai itu, beliau rela menyembelihnya.

Perbuatan yang dianggap akal sehat manusia yang tidak disertai oleh iman sebagai perbuatan gila. Syukurnya, karena ada rasa cinta dan kepatuhan yang lebih besar dari pada rasa cinta kepada anak, rayuan syahwat ingin memanjakan anak, berhasil beliau tundukkan dengan sangat baik dan indah.

Sebagai ganjaran, Allah menggantinya dengan sembelihan yang besar lagi agung. Yang menjadi syi’ar agama Allah sampai akhir zaman. Jutaan hewan ternak dijadikan tebusan setiap tahun. Bahkan jauh di atas itu, Nabi Ibrahim dan keluarganya menjadi simbol ketaatan dan “uswah hasanah” bagi seluruh umat manusia. Karenanya Nabi Ibrahim pantas menjadi kekasih Allah atau “Khalilur Rahman”. Julukan bagi hamba Allah yang tidak pernah ragu sedikitpun untuk menjalankan perintah Tuhannya.

Ajaklah anak laki-lakimu yang sudah lewat umur balita untuk berdiri di sampingmu ketika menyembelih hewan korban sambil mentadabburi kepatuhan Nabi Ibrahim dan Ismail kepada perintah Allah. Sepertinya akan ada ruh baru dalam rangka taat kepada Allah yang akan muncul dalam sanubari. Yang akan membuat ibadah korban lebih khusyu’ dan bermakna.

Allah berfirman:

“Maka Kami beri dia kabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar. Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Wahai ayahnda, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”.

Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis (nya), (nyatalah kesabaran keduanya).

Dan Kami panggillah dia: “Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu”, sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.

Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian, (yaitu) “Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim”.

Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ia termasuk hamba-hamba Kami yang beriman.

(Ash-Shaffat: 101-111)

About zulfiakmal

Dosen Sekolah Tinggi Agama Islam Pengembangan Ilmu Al Qur'an Sumatra Barat pengampu mata kuliah Tafsir dan Ulumul Qur'an. Alumni Universitas Al Azhar Cairo jurusan Tafsir.
This entry was posted in Tadabbur Al Qur'an. Bookmark the permalink.

1 Response to Betapa Kuatnya Iman Nabi Ibrahim

Leave a comment